Jumat, 25 Februari 2011

ALERGI BIDUREN DAN SEMBUHNYA

BIDUREN BIKIN STRESS DAN MINDER

Allergy - Biduren

        Gatal? Lha iya lah.  Lebih sedih lagi kalau sedang rapat alergi  kumat, muka merah bintul-bintul biduren. Kalau ada peserta rapat yang tanya habis makan apa kok sampai biduren seperti itu maka makin jengkel dan minder. Stress poll...!
        Kalau  lagi kumat hal yang paling mudah untuk mengatasi adalah minum obat alergi. Dan obat yang paling cepat dapat menghilangkan bintul-bintul merah itu adalah Lameson.  Awalnya saya diberi resep pakai yang 8 mg/tablet, lama-lama kebal, baru ada efek kalau minum yang 16 mg.  Saya mengenal obat keras ini pertama kali dari dokter alergi di Jl. Tanah Abang III Jakarta tahun 1997.  Ketika sadar akan efek samping obat tsb saya ingin sekali menghindari namun tidak bisa, habis gimana lagi, kalau tidak minum obat tersebut bentol-bentol merah ini tidak hilang.   Obat lain yang pernah diresepkan dokter spesialis alergi adalah Telfast HD 180 mg, dan Ryzen.  Obat-obat  lain masih banyak lagi tapi ini semua malah bikin saya makin stress.  Untungnya obat-obat mahal ini diganti kantor.
       Dokter langganan saya adalah Prof Konten (alm.) di Jalan Bratang Jaya, Surabaya.  Untuk berobat kesini antrinya minta ampun, panjang dan lama. Supaya cepat dilayani biasanya saya  nyelonong ke ruang perawat (gatal sih) kemudian langsung minta disuntik anti alergi.    Ini hanya bisa dilakukan kalau sudah langganan.  Bagi pasien baru pasti dilakukan test alergi dulu,   lengan pasien ditusuki ujung jarum kalau tidak salah sebanyak 36 tusukan.  Dari hasil tes tsb. saya diberi tahu  bahwa saya alergi terhadap semua jenis ikan, pisang, nanas, jeruk dll. Yang bukan penyebab alergi cuma nasi dan kentang.  Kayaknya memang benar kalau saya makan atau minum bahan tersebut biduren tidak kunjung sembuh tapi malah makin seru.  Kalau sudah kumat semua jenis makanan dan minuman sepertinya membuat bidur ini makin tebal dan merah, makin menjalar lagi.  Yang paling nyata adalah kalau menyantap makanan yang mengandung pengawet dan pewarna kimia seperti sambal  dan saos buatan pabrik.  Makan acar pun, karena mengandung cuka, juga bikin bentol-bentol bidur makin tebal.  Pernah saya makan empek-empek, karena kuahnya mengadung cuka, maka bidurnya makin hebat.
Berobat Ke Cina
      Tahun 1997  saya  diajak boss ikut konferensi IFA di Beijing.   Kesempatan ini saya gunakan untuk berobat ke shinse.  Karena jadwal di Beijing padat maka tidak ada kesempatan pergi ke tabib. Baru longgar ketika berada di daerah wisata Guilin, China Selatan.  Walaupun gatal-gatal biduren sedang kumat tetapi saya masih bisa menikmati indahnya daerah ini, berperahu menyusuri sungai yang meliuk-liuk disela-sela pegunungan.  Wah cantik sekali.  Tentu saja sambil garuk-garuk. Setelah naik ke darat saya diajak oleh si pemandu wisata pergi ke tempat praktek seorang tabib terkenal di daerah itu. Kebetulan si tabib sangat  lancar bahasa Indonesia sehingga komunikasi berlangsung dengan gayeng.  Ketika saya bilang bahwa saya sakit alergi biduren pak tabib lantas memegang pergelangan tangan kiri saya, mengukur detak nadi  dengan ujung jarinya. Waktu saya tanya "bagaimana?", dia bilang "Haiyaa, you punya ginjal sowak,...bla bla bla..., ini obatnya", sambil menyorongkan sebotol obat berbentuk kapsul. "Tekanan darah you juga tinggi, ...bla bla bla...ini obatnya".  Waktu saya tanya apa obat alerginya, dia jawab, "alergi itu terjadi karena kerja organ-organ lain kurang baek, mesti dibikin baek dulu, nanti akan sembuh sendiri, ini obatnya".  Hitung-hitung untuk 3 botol kapsul harganya hampir US$ 100,-  Bagaimana hasilnya?  Walah....walaupun saya sudah menghabiskan hampir separuh botol ternyata tetap saja, tidak ada hasil. Tabib nggedabrus !  Obatnya tidak ngefek sama sekali.   Bahkan pak Tatang, teman saya yang juga ikut berobat disitu bilang bahwa kapsul yang dia minum masih utuh bentuknya ketika buang air.
       Pada tahun 1997 itu saya mengalami biduren terus-terusan selama 7 bulan. Hampir tiap hari minum obat.   Suatu saat saya umrah ramadhan sekamar dengan KH. Gus Ali. Entah beliau dapat ilmu farmasi dari mana, ketika melihat saya minum obat alergi itu langsung menyuruh saya menyetop pemakaian.  Saya nurut saja, seketika itu juga menghentikan minum obat.  Sebagai penggantinya setiap kali habis tawaf saya minum dan mandi air zam-zam. Alhamdulillah dalam perjalanan pulang umrah saya tidak biduren lagi.


Biduren atau Kaligata

     Tahun 2003 saya biduren  lagi.  Waktu itu pak Djumharto punya hajat mantu di Jakarta, saya diundang.  Sore hari sebelum resepsi manten saya jalan-jalan  mengantar istri ke Mangga Dua.  Di pasar itu saya sempatkan minum air degan karena kata orang air buah kelapa muda itu sebagai penawar racun.  Malam harinya ketika acara resepsi  saya makan steam boat dan dimsum. Tentu saja dengan sambal dan saos. Enak sih.  Mungkin karena sambal dan saos tersebut mengandung pengawet kimia maka begitu kembali dari acara  seluruh mukaku bahkan sampai kuping rasanya gatal dan tebal. Rasanya kumat kali ini paling dahsyat. Esoknya ketika di airport  mau kembali ke surabaya saya senantiasa menutup muka, malu dilihat orang karena muka merah dan bengkak. Jadi Air kelapa muda -degan- tidak ngefek.
      Pak Yamin, kenalan saya tinggal di Jakarta, pada suatu malam bilang bahwa saya biduren akibat diguna-guna orang.  Untuk membuang guna-guna tersebut saya harus mandi air garam. Walaupun tidak saya minta ternyata dia membawakan garam penawar tersebut. Malam itu saya disuruh mandi air garam.  Saya nurut, lha ingin segera sembuh kok. Hasilnya? Puss... nihil....!  Maklumlah dalam keadaan sakit dan stress apapun omongan orang kita cenderung  menurut saja, yang penting bisa sembuh.  Paling tidak ingin membuktikan hasilnya. 
      Pernah juga tahun 2003 itu saya diajak teman kuliah, pak Djufri namanya, pergi ke dukun perempuan di kampung Juwingan dekat Jalan Jemur Andayani Surabaya.  Dukun bilang  bahwa sakit biduren saya akibat diguna-guna seorang perempuan. Saya ditanya "suka main perempuan ya?".  Astaghfirullah..., dukun kewut ini ngawur  amat !  
       Saya diberi jamu oleh si mbok dukun dan menjamin biduren saya akan segera sembuh.  Dia ngasih tahu bahwa jamu itu adalah bubuk buah pala.  Sampai di rumah jamu itu saya minum.  Ampuun....seharian saya tertidur.  Bubuk ini lebih dahsyat dari obat tidur.  Habis tidur seharian, bintul-bintul merah kaligata masih tetap, tidak ngefek sama sekali.  Tahun lalu ketika ketemu Pak Djufri di Makasar dia sudah lupa kalau dulu pernah mengantar saya ke dukun ngawur di kampung Juwingan ini. Dia lupa ga masalah, tapi aku yang tertidur pulas sehari suntuk sempat membuat istriku khawatir.  
      Biduren  tahun 2003 berlangsung selama 7 bulan terus-terusan.  Setelah  kesana kemari,  ke prof Konten, ke dukun, gonta-ganti minum obat dll., alhamdulillah sembuh. Sembuh karena apa, saya tidak tahu persis.  Semoga allah memasukkan aku ke golongan orang yang sabar.
 
Biduren - Ultikaria

     Tahun 2005-2006 kumat lagi.  Waktu itu Hermanu Triwidodo, temanku dari Bogor kebetulan mampir ke rumah. Ketika  melihat aku "kikir-kikir", eh garuk-garuk biduren mungkin dia kasihan .  Dia memberi saran mirip-mirip dukun juga. Sri, asistennya, bilang bahwa dulu aku punya janji atau ujar pada seseorang atau sekelompok orang dan janji itu belum saya penuhi. Dia bilang inilah penyebab biduren itu, sebagai peringatan agar janji segera ditepati. Untuk itu saya harus menebusnya dengan sedekah tumpengan. Saran itu saya turuti, walaupun  tidak tahu janji mana yang saya lupakan. Saya siapkan acara tumpengan. Dengan 3 tumpeng lengkap ubarampe saya undang teman-teman sekantor untuk tasyakuran sekaligus minta maaf bila ada janji yang belum saya tepati .
       Tidak lama setelah tumpengan,  di Rumah Sakit Petrokimia diadakan  presentasi tentang penggunaan sejenis alat massage dari bahan alloy, penemuan Dr. Aziz dosen ITS.  Alat tersebut jika digunakan oleh orang yang terlatih di bidang itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit tanpa obat kimia, termasuk untuk penyembuhan alergi.  Aku jadi relawan untuk pengobatan alergi.  Disaksikan dr Heny, dr Herry, dll. saya diterapi oleh asisten Dr. Aziz dengan menggunakan  alat tersebut.  "Tentu saja tidak bisa sekali sembuh, paling tidak harus melalui 3 kali perawatan", kata Dr. Aziz  pada semua orang yang ada di ruang praktek itu.  Saya menuruti saran tersebut dan pada kesempatan yang sudah dijadwalkan saya datang ke markasnya yaitu Pengobatan Pennasia di jalan Albatros, sekarang pindah ke Rungkut, Surabaya.   Asisten Dr Aziz yang merawat saya bilang bahwa setelah tiga kali pengobatan insyaallah saya akan sembuh. Setelah diobati saya disilakan makan kepiting sepuasnya. "Silakan dibuktikan", katanya memberi harapan.  Dia ngasih tahu tentang kunci masalah sakit saya yaitu kondisi betis saya yang terlalu keras.  Betis itu harus tetap kenyal dan lentur, kalau terlalu keras  menyebabkan kondisi kurang seimbang, akibatnya terjadi biduren. Entah omongan asisten ini benar atau salah saya cuma mendengarkan saja.  Tapi alhamdulillah, tidak lama setelah itu biduren saya hilang.  Mana yang menyebabkan sembuh, apakah karena sedekah tumpeng atau betis yang telah lentur dan kenyal saya tidak tahu.  Yang penting saya tidak biduren  lagi.  Semoga allah memasukkan saya ke golongan orang-orang yang bisa bersyukur.



Allergy - Kaligata



     Kenapa biduren? Dulunya saya tidak pernah allergi.  Penyakit ini muncul sekitar April 1997 ketika saya selesai bersih-bersih kebun.  Daun dan ranting tanaman di halaman rumah dan pagar (banyak berdebu) saya pangkas.  Rumput dan semak-semak saya babat. Maklum waktu itu hari libur tidak ada acara lain, enak berkebun sambil cari keringat. Mungkin debu dan tepung sari yang banyak beterbangan itulah yang menyebabkan allergi.  
    Selain debu dan tepung sari mungkin juga akibat badan tergetar. Waktu itu saya memakai alat fitness yang multi fungsi yang  salah satu fungsinya adalah sebagai alat penggetar tubuh.  Apabila sabuk alat tersebut dipasangkan pada pinggul kemudian dikaitkan pada motor penggerak maka ketika motor dinyalakan pinggul kita akan bergetar cukup keras dan kencang. Asyik sih.  Menurut referensi tubuh yang tergetar dengan kekuatan tertentu dan waktu tertentu  bisa memicu terjadinya allergi.  Mungkin karena asyik saya tidak menyadari bahwa getaran tersebut sudah melewati batas toleransi tubuh. Mana yang menjadi penyebab allergi saya tidak tahu persis tetapi dua hal tersebut yaitu terpapar debu tanaman dan tepung sari rumput serta tubuh tergetar oleh motor penggetar terjadi pada saya  dua-duanya.

Rabu, 02 Februari 2011

Selasa, 01 Februari 2011